Orientasi STBM Stunting
Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) merupakan pendekatan dan
paradigma pembangunan sanitasi di Indonesia yang mengedepankan pemberdayaan
masyarakat dan perubahan perilaku. STBM diadopsi dari hasil uji coba Community Led Total Sanitation (CLTS) yang telah sukses dilakukan di beberapa lokasi proyek
air minum dan sanitasi di Indonesia, khususnya dalam mendorong kesadaran
masyarakat untuk mengubah perilaku buang air besar sembarangan (BABS) menjadi
buang air besar di jamban yang saniter dan layak.
Saat ini STBM bukan hanya sekedar
suatu upaya pemberdayaan masyarakat yang terkait air dan sanitasi saja,
atas dasar bahwa stunting bukan hanya karena kurang makan , maka STBM dikembangkan
sebagai upaya pemberdayaan
masyarakat dalam rangka penanganan stunting yang dikenal sebagai STBM Stunting. Stunting disebabkan oleh
berbagai faktor yang berakar pada kemiskinan, ketahanan pangan dan gizi, serta
pendidikan. Secara tidak langsung akar masalah ini mempengaruhi ketersediaan
dan pola konsumsi rumah tangga, pola asuh, pelayanan kesehatan, dan kesehatan
lingkungan yang kemudian mempengaruhi asupan makanan dan menyebabkan berbagai
infeksi, sehingga menimbulkan gangguan gizi ibu dan anak (UNICEF 1990,
disesuaikan dengan kondisi Indonesia).
Untuk mencegah dan mengatasi stunting,
dilakukan dua model intervensi yaitu intervensi spesifik dan sensitif.
Intervensi spesifik mencakup upaya-upaya mencegah dan mengurangi gangguan
secara langsung misalnya melalui imunisasi, pemberian makanan tambahan untuk
ibu hamil dan balita, dan pemantauan pertumbuhan. Intervensi sensitif mencakup
upaya-upaya mencegah dan mengurangi gangguan secara tidak langsung misalnya melalui
penyediaan air bersih, perbaikan sanitasi, peningkatan pendidikan,
penanggulangan kemiskinan, dan peningkatan kesetaraan gender. Studi Lancet
(2008) menemukan bahwa intervensi spesifik hanya mendukung 20% upaya
pencegahan/penurunan stunting, sementara
intervensi sensitif berkontribusi hingga 80%. Sementara itu berbagai studi yang
dilakukan oleh WHO, UNICEF, World Bank, dan dari kalangan akademisi menemukan
bahwa ketersediaan akses air minum yang aman dan sanitasi yang layak merupakan
kunci untuk mencegah paparan penyakit-penyakit berbasis lingkungan yang menjadi
penyebab terjadinya diare, cacingan, infeksi saluran pernafasan, dan stunting.
Diterapkannya pendekatan STBM oleh Kementerian Kesehatan sejak tahun 2008
telah meningkatkan akses sanitasi dari 48,56 % tahun 2008 menjadi 67,80 % pada
tahun 2016. Diadopsinya pendekatan STBM kedalam program-program air minum juga
telah berkontribusi pada peningkatan akses dari 46,45 % pada tahun 2008 menjadi
71,14 % pada tahun 2016.
Dalam Rakerkesnas 2018 disepakati bahwa agenda pokok dalam upaya pembangunan kesehatan di Indonesia mencakup 3 program prioritas nasional yaitu eliminasi TBC, penurunan kasus stunting dan peningkatan cakupan mutu imunisasi. Di DIY angka prevalensi stunting sebesar 19,8 menempati posisi ke 2 terbaik dari 34 provinsi di Indonesia setelah provinsi Bali pada tahun 2017 (Data Ditjen Gizi Kesehatan Masyarakat Tahun 2018).
Sebagai salah satu upaya pencegahan
tidak langsung/intervensi sensitif agar
kasus stunting di DIY tidak meningkat yaitu dengan upaya peningkatan kualitas
lingkungan melalui kegiatan implementasi 5 Pilar STBM yaitu
1. Stop Buang Air Besar Sembarangan.
2. Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS)
3. Pengelolaan Air Minum dan Makanan Rumah Tangga (PAMM-RT)
4. Pengamanan Sampah Rumah Tangga (PS RT)
5. Pengamanan Limbah Cair Rumah Tangga (PLC
RT)
Pada Tahun 2018 ini telah diselenggarakan orientasi
stunting yang melibatkan TNI, Tokoh Agama/MUI, POLRI, PKK, Pramuka, Camat,
Kepala Puskesmas, Petugas Kesling Puskesmas, dan Petugas Gizi Puskesmas
khususnya wilayah kecamatan prioritas
penanganan stunting Kabupaten Kulonprogo