Detail Berita


  • 02 Agustus 2017
  • 1.414
  • Berita

KEPALA BADAN LITBANGKES HADIRI PEMBUKAAN WORKSHOP ENUMERATOR RISNAKES DIY

Secara kontekstual, tenaga kesehatan juga dihadapkan pada tantangan menghadapi pencapaian Jaminan Kesehatan Semesta; bagaimana menjamin efektifitas pelaksanaan paket manfaat, peningkatan cakupan pelayanan, serta bagaimana Negara menghasilkan, mendistribusikan dan mempertahankan tenaga kesehatan yang mendukung Universal Health Coverage.

Pada dasarnya, permasalahan terkait tenaga kesehatan meliputi aspek ketersediaan (availability), keterjangkauan (aksesibilitas), penerimaan (acceptability), dan mutu (quality). Ketersediaan tenaga kesehatan berarti bahwa terdapat kecukupan tenaga kesehatan dengan kompetensi relevan yang sesuai dengan kebutuhan kesehatan masyarakat. Keterjangkauan dapat diartikan bahwa masyarakat dapat menjangkau tenaga kesehatan tersebut baik terkait waktu tempuh dan transport, jam buka pelayanan, mekanisme rujukan, dan biaya pelayanan (direct dan indirect).   Aspek penerimaan (acceptability) meliputi karakteristik dan kemampuan tenaga kesehatan untuk memperlakukan setiap orang dengan penuh rasa hormat, serta mampu dipercaya. Dalam aspek mutu terkandung komponen kompetensi, kemampuan, pengetahuan, dan perilaku tenaga kesehatan sesuai norma profesional dan sesuai dengan yang diharapkan dari masyarakat.

Permasalahan utama yang dihadapi dalam menilai aspek ketersediaan (availability) adalah ketersediaan data yang valid mengenai jumlah tenaga kesehatan yang ada. Tidak banyak Negara yang memiliki data yang memadai mengenai jumlah tenaga kesehatan di wilayahnya. Dalam hal aksesibilitas,  dijumpai pula lebarnya disparitas keberadaan tenaga kesehatan secara geografis.

Permasalahan global ini juga terjadi di Indonesia. Tidak diketahui pasti berapa jumlah tenaga kesehatan yang ada di Indonesia, sebaran, produksi, serta kapasitasnya. Kondisi ini berdampak pada sulitnya membuat satu kebijakan ketenagaan yang adekuat serta pengalokasian peran setiap jenjang administrasi Pemerintahan yang tepat. Kondisi ini juga akan mempengaruhi optimalitas perencanaan, rekruitmen, distribusi, dan retensi ketenagaan.

Hasil Riset Fasilitas Kesehatan (Rifaskes) Kementerian Kesehatan tahun 2011 menunjukkan masih banyaknya puskesmas yang tidak memiliki tenaga dokter, dokter gigi, perawat, bidan, kesehatan masyarakat (termasuk promosi kesehatan), kesehatan lingkungan, kefarmasian, gizi dan sebagainya. Kondisi serupa juga terjadi di rumah sakit, banyak rumah sakit umum pemerintah yang tidak memiliki tenaga spesialis khususnya spesialis bedah, kebidanan dan kandungan, penyakit dalam, anak, dan anestesi.

Studi tersebut juga menunjukkan kesenjangan yang lebar dalam hal ketenagaan antar wilayah di Indonesia, dimana ratio tenaga kesehatan di puskesmas di wilayah Indonesia bagian timur secara umum lebih rendah daripada di wilayah Indonesia bagian barat.  Banyak puskesmas di Papua, Papua Barat, dan Maluku tidak memiliki dokter dan atau bidan.  Demikian pula dengan ketiadaaan tenaga medis, khususnya spesialis tertentu di rumah sakit umum pemerintah di wilayah Indonesia bagian timur.

Dalam hal kapasitas tenaga juga ditemukan adanya berbagai masalah. Studi Evaluasi Pelayanan Bidan (2014) menunjukkan masih rendahnya implementasi pemeriksaan ANC yang dilakukan oleh bidan koordinator puskesmas dalam hal kesesuaian terhadap standar, serta pengetahuan yang kurang.  Studi lain juga menunjukkan terjadinya perbedaan secara statistik dalam hal pengetahuan bidan antar wilayah (Badan Litbangkes dan BPPSDM Kesehatan, 2013).

            Untuk menjawab masalah di atas dilakukan Riset Ketenagaan di Bidang Kesehatan secara nasional. Untuk wilayah D.I. Yogyakarta pada tanggal 1 - 6 Agustus 2017 dilakukan workshop enumerator yang dibuka langsung oleh Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Kesehatan, dr. Siswanto. Dalam pengarahannya Kepala Badan Litbangkes menyampaikan pentingnya menjaga kualitas data yang dihasilkan dari riset ini. Data yang baik dimulai dari proses yang benar dalam pengumpulannya, sehingga para enumerator dituntut bisa menjadi enumerator yang bermartabat dalam menjalankan tugas sebagai enumerator/pengumpul data di lapangan. Workshop ini berlangsung selama 6 hari di Hotel Santika Primiere Yogyakarta. Enumerator yang mengikuti workshop sebanyak 96 orang terdiri atas enumerator rumah sakit 50 orang dan enumerator puskesmas sebanyak 46 orang, seperti yang dilaporkan oleh Sugiyanto sebagai Penanggungjawab Teknis Risnakes 2017 wilayah DIY. Dalam pembukaan workshop tersebut juga dihadiri Kepala Dinas Kesehatan DIY Pembajun Setyaningastuti dan Kepala Pusat Litbang Sumber Daya dan Pelayanan Kesehatan Nana Mulyana.

Kontak Kami

JL. Gondosuli No.6 Yogyakarta Kota Yogyakarta DIY 55231 Indonesia
dinkes@jogjaprov.go.id
+62274563153
(0274)512368

Kunjungan

  • Hari Ini

  • 4.703
  • Bulan Ini

  • 1.728.429
  • Total Kunjungan

  • 20.901.570