Detail Artikel


  • 13 Juni 2023
  • 846
  • Artikel

Pengembangan Sistem Layanan Untuk Menurunkan Risiko Putus Obat Pasien Jiwa di RSJ Ghrasia

Kesehatan jiwa saat ini semakin menjadi perhatian karena permasalahannya yang meningkat. Perhatian terhadap kesehatan jiwa di DIY khususnya mengalami peningkatan seiring hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 yang menempatkan DIY sebagai provinsi dengan tingkat permasalahan kesehatan jiwa tertinggi di Indonesia. Permasalahan kesehatan jiwa di DIY ini telah mendorong inisiasi diantara dalam regulasi wilayah seperti Perda dan Pergub DIY.

Seiring dengan hal tersebut pelayanan kesehatan jiwa baik dalam konteks komunitas dan pelayanan kesehatan rujukan juga semakin menjadi perhatian dan ditingkatkan. Rumah Sakit Jiwa Ghrasia (RSJ Ghrasia) merupakan unit layanan rujukan khusus jiwa tertinggi yang dimiliki oleh Pemerintah Daerah DIY.

RSJ Ghrasia merupakan satu-satunya rumah sakit jiwa di DIY yang melayani khususnya pasien dari wilayah DIY. Pengembangan layanan dilaksanakan dalam berbagai strategi, diantaranya adalah pengembangan mutu layanan di internal dan kerjasama dengan berbagai mitra dalam komunitas dan fasilitas pelayanan kesehatan di seluruh DIY.

Gangguan jiwa dapat ditangani, salah satunya adalah dengan pemberian obat dari dokter. Namun demikian, hasil Risekesdas 2013 menunjukkan bahwa, 1-2 orang dari 1.000 orang memiliki gangguan jiwa, dengan kasus terbanyak adalah skizofrenia atau psikosis. Sementara data tahun 2018, memperlihatkan bahwa 84,9% penderita skizofrenia sudah melakukan pengobatan, namun lebih dari setengahnya (51,1%) tidak secara rutin mengonsumsinya. Berbagai alasan ditemukan diantaranya merasa sudah sehat, tidak bersedia kontrol berkala, tidak mampu membeli obat secara rutin, lupa, takut ketergantungan, dan lain sebagainya.

Kondisi putus berobat pada pasien jiwa merupakan masalah yang pelik dan banyak terjadi oleh faktor personal, keluarga, sosial dan layanan di rumah sakit. Obat yang diresepkan oleh dokter untuk pasien jiwa perlu beberapa waktu untuk bisa bekerja, bahkan bisa dikonsumsi seumur hidup penderita. Penghentian obat dalam kasus pengobatan kesehatan jiwa sesuai dengan ajuran medis dapat menimbulkan dampak yang negatif.

Gangguan jiwa yang dilaporkan paling sering ditemui adalah skizofrenia. Skizofrenia membutuhkan pengobatan antipsikotik secara rutin untuk mengontrol berbagai gejala yang muncul, akibat ketidakseimbangan kandungan dopamin di otak. Ketika penderita skizofrenia berhenti mengonsumsi obat-obatannya, maka gejala-gejala psikosis tadi bisa kembali muncul, serta daya menilai realitasnya juga kembali terganggu. Bahkan, derajat gejala yang datang lagi tersebut bisa lebih parah, disertai dengan gangguan otot yang menyebabkan kesulitan dalam bergerak.

Orang dengan gangguan jiwa perlu mengonsumsi obat secara rutin dan berhenti secara perlahan sesuai dengan instruksi dokter. Bila tidak, dampaknya bisa berbahaya, berupa perubahan perilaku, mental, serta pola pikir yang secara sosial akan lebih sulit diterima. Bila memang seharusnya obat-obatan dihentikan atau dosisnya dikurangi, psikiater tentu akan menyarankannya.

Gambaran situasi kasus pasien putus berobat dari pasien RSJ Ghrasia di tahun 2019-2020 menunjukkan masih cukup tinggi. Data Kunjungan Januari dan Kontrol Februari-Maret 2020 memperlihatkan jumlah kasus putus berobat mencapai 23% dari total kunjungan pasien di RSJ Ghrasia. Masih tingginya angka putus berobat pasien jiwa RSJ Ghrasia tersebut telah ditindaklanjut dengan perbaikan dan pengembangan.

Melihat dari gambaran tersebut, telah menggerakan penulis sebagai staf rekam medis RSJ Grhasia untuk ikut serta dalam berkontribusi dalam perbaikan. Penulis mendapatkan tugas di bagian penerbitan SEP BPJS. Ketugasan ini memberikan peluang gambaran dari permasalahan. 

Kajian awal memperlihatkan bahwa dalam lingkup kerja penulis terdapat titik kontribusi krusial permasalahan berkaitan dengan adanya ketentuan pasien harus kontrol ulang untuk mengambil obat setiap 30 hari sekali. Ketentuan tersebut lahir sebagai dampak dari ketentuan yang berlaku dalam sistem JKN (BPJS).

Penerapan batasan waktu tersebut terbentur pada kondisi dimana kondisi pada hari ke 30 yang merupakan jadwal kontrol dan resep obat pasien dimungkinkan jatuh di hari minggu atau hari libur nasional. Sebagai dampaknya pasien / keluarga harus datang pada hari selanjutnya yang menyebabkan kekosongan ketersediaan obat pada pasien. Sementara untuk memajukan jadwal kontrol dan memperoleh obat akan menyebabkan permasalahan dalam penjaminan karena dianggap sebagai klaim tidak layak dengan dampak lanjutan pasien membayar mandiri.

Berdasarkan data kunjungan pasien bulan Desember 2020 pasien klinik jiwa, sebanyak 62% dari pasien pengguna BPJS adalah peserta PBI yang merupakan keluarga miskin. Pembayaran mandiri akibat dampak ketidaksesuai dengan pengaturan sistem jaminan ini menyebabkan pasien dan keluarganya urung melanjutkan kontrol pada periode berikutnya karena masalah ekonomi dalam pembayaran layanan dan transportasi. Seperti diketahui membawa pasien dengan gangguan jiwa untuk kontrol adalah proses yang sulit dilakukan.

Jumlah pasien yang memiliki kondisi kekosongan ketersediaan obat akibat melewati jadwal kontrol akibat libur pelayanan tesebut, dari hasil pemantauan penulis pada bulan Desember 2020 berjumlah 227 pasien. Jumlah tersebut cukup besar dan menjadi kekhawatiran tersendiri dikaitkan dengan putus / terlambat minum obat.

Melihat permasalahan tersebut penulis selanjutnya telah berinisiatif untuk mengembangkan inovasi guna meminimalkan jumlah pasien yang terlambat  kontrol dan terlambat memperoleh obat. Tujuan akhir dari inisiatif ini adalah untuk meminimalkan risiko putus pengobatan atau terlambat minum obat. Tujuan kedua adalah meminimalkan kerugian baik bagi pasien karena harus membayar  mandiri atau kepada RSJ Ghrasia akibat gagal klaim karena belum memasuki batas minimal waktu 30 hari.

Sebelum menerbitkan SEP kunjungan kontrol, harus dipastikan bahwa kunjungan pasien ke Klinik Jiwa RSJ Grhasia aktif dan terdata waktu kunjungan pasien sebelumnya. Dalam hal ini layanan harus dapat memverifikasi dan memastikan bahwa kunjungan dilaksanakan minimal 30 hari dari kunjungan sebelumnya. Tahun 2020 proses tersebut dilaksanakan secara manual menggunakan alat bantu kalender. Hal ini harus dilakukan sebelum penerbitan SEP BPJS Rawat Jalan. Sistem manual ini memiliki kelemahan risiko human error yang tinggi dan membutuhkan waktu relatif lama. Disamping itu dengan sistem manual menyebabkan perekaman jejak atas dan gambaran berbasis data atas kondisi menjadi tidak dapat dilakukan.

Berdasarkan kajian penulis tersebut pada akhirnya telah disimpulkan bahwa permasalahan utama adalah (1) Sistem penjadwalan manual menyebabkan kelambatan, kesalahan perhitungan dan data tidak terkelola baik sehingga menyebabkan kesalahan waktu kontrol dan pengambilan obat, (2) Manajemen pemberian obat belum dikembangkan untuk penyesuaian resep atas kendala jadwal kontrol pasien akibat libur pelayanan (3) Belum terintegrasinya sistem peresepan obat, sistem jaminan dan sistem penjadwalan kontrol pasien.

Penulis selanjutnya telah berinisiatif untuk memulai dengan gagasan (1) menyusun sistem penjadwalan elektronik yang murah, valid dan memiliki kemudahan operasional dengan tujuan meminimalkan human error, mempercepat proses dan memudahkan semua lini yang terkait termasuk unit peresepan obat dalam membaca dan menyiapkan obat pasien (2) Melakukan komunikasi dan advokasi perubahan sistem peresepan untuk mengatasi permasalahan waktu kontrol pasien  di saat libur pelayanan (3) Melakukan kerja kolaborasi untuk membangun sistem bersama dai sub unit pelayanan jaminan sub unit pelayanan peresepan obat dan sub unit penjadwalan kontrol pasien.

Tantangan untuk dapat mewujudkan gagasan tersebut tentu yang pertama adalah meyakinkan kolega, manajemen dan direksi atas inisiasi dan bahwa gagasan itu adalah dapat diterapkan serta akan memberikan keuntungan besar bagi rumah sakit dan pasien. Untuk hal ini penulis selanjutnya telah melakukan tahapan pendekatan dengan komunikasi dan konsultasi kepada pimpinan, kolega dan unit-unit lain untuk memperoleh dukungan. Sebagai hasilnya bahwa direksi dan manajemen serta unit-unit sangat mendukung inisiasi tersebut.

Gagasan pertama yang diwujudkan adalah menyusun tatakelola Pengecekkan Jadwal Kontrol Klinik Jiwa. Alat bantu yang dipilih oleh penulis adalah aplikasi yang sudah umum dan dikuasai oleh hampir semua petugas yaitu Ms Excel. Media ini dilakukan penyesuaian sederhana dengan memberikan otomatisasi penghitungan waktu dengan menerapkan rumus sederhana yang dapat dioperasionalkan dan dikembangkan lebih lanjut. Hal terpenting yang menjadi inovasi adalah dikaitkan dengan perubahan manajemen manual menjadi elektronik tata cara pengelolaan data yang lebih terstruktur sehingga mudah dilakukan pengulangan dan pelacakan.

Dalam satu kali proses pembuatan akan menghasilkan pengecekkan jadwal kontrol yang telah disesuaikan dengan ketentuan klaim JKN untuk 1 bulan. Tingkat kesalahan dengan demikian akan berkurang karena telah terbantu dengan aplikasi. Proses selanjutnya yaitu bisa membuat Program Pengecekkan Jadwal Kontrol Klinik Jiwa dengan Penyesuaian Klaim JKN selama 1 tahun dan setiap pagi hanya perlu melihat data untuk dasar penerbitan SEP.

Gagasan kedua yang telah dilaksanakan adalah terkait pasien dengan kondisi jadwal kontrol dan resep obat di hari ke 30 yang jatuh di waktu pelayanan tutup. Gagasan ini telah dikomunikasikan oleh penulis bersama tim penjaminan kepada bagian peresepan obat yang selanjutnya telah menghasilkan keputusan bagian peresepan untuk menambah jumlah resep obat pasien sejumlah hari libur.

Perubahan tersebut selanjutnya telah ditindaklanjuti penulis dan tim dengan melakukan pembaharuan sistem penjadwalan. Kondisi ini juga telah menggambarkan adanya perbaikan sistem yang lebih luas yang tidak hanya sekedar di unit SEP namun telah meluas ke unit peresepan obat. Pembaharuan lanjut dilakukan pada model perhitungan dengan aplikasi. Gagasan selanjutnya adalah penjadwalan dan perubahan peresepan jumlah obat pasien terintegrasikan dalam penjadwalan elektronik sekaligus mengembangkan sistem integrasi dalam sistem aplikasi BPJS sehingga meminimalkan risiko klaim tidak layak. 

 

Penulis : Ida Ayu Nur Faiza,A.Md. (RS Jiwa Ghrasia)

 

Daftar Pustaka

https://midtrans.com/id/blog/manajemen-keuangan-adalah

https://kanalpengetahuan.fk.ugm.ac.id/pengakuan-pendapatan-di-rumah-sakit/

Idris, F. 2014. Petunjuk Teknis Verifikasi Klaim. Jakarta: BPJS.

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 3 Tahun 2023 tentang Standar Tarif Pelayanan

Kesehatan dalam Penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan.

https://lifepal.co.id/media/bpjs-pbi/.

Pelaporan RSJ Grhasia 2019-2023

Kontak Kami

JL. Gondosuli No.6 Yogyakarta Kota Yogyakarta DIY 55231 Indonesia
dinkes@jogjaprov.go.id
+62274563153
(0274)512368

Kunjungan

  • Hari Ini

  • 17.098
  • Bulan Ini

  • 1.728.429
  • Total Kunjungan

  • 21.242.619