Detail Artikel


  • 11 Juni 2023
  • 883
  • Artikel

Integrasi Suami Siaga dan Kelas Ibu dalam Mencegah AKI, AKB dan Stunting di Puskesmas Godean II

 

Salah satu agenda utama SDGs adalah menurunkan angka kematian ibu dan kematian Balita. Pemeriksaan antenatal yang berkualitas dan teratur selama kehamilan akan menentukan status kesehatan ibu hamil dan bayi yang dilahirkan. Hingga saat ini, Angka Kematian Ibu (AKI masih di kisaran 305 per 100.000 Kelahiran Hidup, belum mencapai target yang ditentukan yaitu 183 per 100.000 KH di tahun 2024, AKN 11,1 per 1000 kelahiran hidup. Demikian juga dengan perkiraan prevalensi stunting target 14% di tahun 2024 (Kemenkes RI,2020).

Berdasarkan data Profil Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman, pada Tahun 2021 jumlah keseluruhan ibu hamil mencapai 14.719 dari 275.585 wanita usia subur. Tercatat sebanyak 45 kematian ibu terjadi selama tahun 2021 dengan Angka Kematian Ibu (AKI) mencapai 363,40/100.000 Kelahiran hidup. Angka tersebut jauh melampaui target yang ditetapkan nasional yaitu 205/100.000 kelahiran hidup. Lebih lanjut dilaporkan bawah balita stunting juga masih terjadi di Kabupaten Sleman, salah satu wilayah yang ikut serta menyumbang stunting adalah wilayah Kecamatan Godean dimana penulis bekerja sebagai Bidan Puskesmas.

Pada tahun 2018, di wilayah Puskesmas Godean masih di temukan beberapa masalah yaitu  Angka kematian Ibu sebesar 210.08/100.000KH, beberapa permasalahan gizi masyarakat yang bisa berdampak pada tingginya kasus stunting diantaranya adalah prevelansi status gizi kurang sebesar 9,5%, status balita pendek sebesar 11,3% dan status balita kurus sebesar 6,3% dari 1951 balita yang diukur.

Suami sebagai orang terdekat dari ibu di saat hamil dan setelah melahirkan, keterlibatanya memiliki peran besar dalam mengatasi permasalahan kesehatan ibu selama hamil dan persalinannya. Peran suami yang potensial ini telah dijadikan sebagai target program oleh Kementerian Kesehatan yaitu dengan Tag “Suami Siaga”. Suami Siaga adalah singkatan dari suami siap antar jaga. Istilah ini dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia sebagai upaya mendorong para suami untuk memberikan dukungan kepada istri dalam masa kehamilan dengan cara selalu siap menemani istri konsultasi ke dokter serta utamanya dalam menjaga istri selama masa kehamilan dan setelah melahirkan.

Menumbuhkan tradisi suami siaga di masyarakat adalah sebuah tantangan bagi para tenaga kesehatan khususnya bidan yang bekerja di Puskesmas. Suami identik dengan figur yang menjadi sumber penghasilan keluarga artinya suami akan banyak tersita waktunya untuk bekerja. Suami juga menjadi pimpinan rumah tangga yang menjadi penghubung dengan lingkungan sosialnya. Sehingga suami juga dimungkinkan memiliki waktu yang harus diberikan dalam kehidupan sosialnya. Kehidupan pekerja laki-laki yang bekerja dalam sektor formal memiliki penjadwalan waktu yang lebih jelas dibandingkan pekerja informal. Sementara dalam kehidupan saat ini, laki-laki yang bekerja di sektor informal jauh lebih besar. Melihat dari permasalahan ini tantangan dalam mengembangkan Suami siaga adalah bagaimana keluarga bisa lebih termotivasi untuk mengelola waktu dan mempertemukan waktu yang tepat suami bisa mengantar periksa kehamilan istrinya serta memberikan waktu lebih untuk memantau dan mendampingi istri di rumah saat kehamilan dan persalinan.

Meningkatkan kesadaran dan kepedulian suami yang menjadi tantangan dalam hal ini disamping terbentur dengan kesibukan suami, juga dimungkinkan berhubungan pula dengan pemahaman yang masih rendah tentang potensi dirinya dalam membantu meningkatkan kualitas kehamilan dan persalinan istrinya. Pemahaman yang kurang juga dimungkinkan terjadi karena suami sepenuhnya mempercayakan semua upaya kepada tenaga kesehatan dan anggota keluarga lain seperti orangtua atau saudarinya. Untuk kelompok penduduk mampu secara ekonomi bahkan menyerahkan kepada asisten dalam keperluan istri terkait kehamilan.

Penulis sebagai seorang bidan di wilayah kerja Puskesmas Godean II melihat bahwa potensi Suami Siaga yang dinilai belum optimal ini, seharusnya dapat ditingkatkan kembali dengan melakukan perubahan dalam meningkatakan kapasitas suami dan mendorong minat suami untuk lebih berperan. Mengingat jumlah ibu hamil dalam wilayah dan SDM Kesehatan yang dimiliki Puskesmas, maka adalah tidak mungkin upaya untuk mengoptimalisasikan kembali program Suami Siaga ini dilaksanakan hanya oleh petugas kesehatan.

Pemberdayaan masyarakat menjadi pilihan penulis dikaitkan dengan bagaimana membangun jejaring untuk mengembangkan sumberdaya dalam peningkatan literasi dan penggerakan masyarakat khususnya suami dari ibu hamil dan atau ibu bersalin. Kader kesehatan merupakan ujung tombak dalam pembangunan kesehatan dan menjadi tokoh kesehatan di wilayahnya. Figur kader kesehatan sebagai warga setempat artinya sangat mengenal wilayah dan karakter dari penduduk di sekitarnya. Dengan pengenalan yang baik ini akan menjadikannya memiliki cara dalam pendekatan kepada sasaran di wilayahnya. Kekuatan kader ini dapat terlihat dari begitu banyaknya hal yang telah dilahirkan dari potensinya.

Terkait dengan optimalisasi Suami Siaga, penulis melihat bahwa  kader di wilayah kerja Puskesmas Godean II rerata belum memiliki pengetahuan dan keterampilan yang memadai dalam program tersebut. Menjadi tantangan untuk dapat membekali kader dan bekerjasama dengan mereka. Peran yang digagaspun dapat dikembangkan yang tidak hanya sebagai penyampai informasi tetapi juga sebagai pendorong motivasi sekaligus sebagai pengawas atas peran suami-suami dari istri yang sedang menjalani masa kehamilan dan atau persalinan.

Penulis melihat permasalahan lain yang terjadi dalam pengembangan program suami siaga selama ini. Pengembangan program suami siaga selama ini terlihat berdiri sendiri dan tidak terintegrasikan dengan program-program yang ditujukan kepada Ibu. Hal ini menjadi gagasan lanjut penulis untuk dapat mengintegrasikan keduanya sehingga akan terjadi penyatuan. Dalam implementasinya

Tantangan lebih lanjut adalah dukungan dari pemangku wilayah. Dukungan ini sangat diperlukan untuk dapat menjaga sustainabilitas dari setiap progam yang dibangun. Mengandalkan sumberdaya bersumber anggaran kesehatan saja tidak akan dapat mewujudkan harapan mengingat dinamika dalam anggaran kesehatan dan kapasitasnya. Menggali dukungan dari pemangku wilayah tidak hanya berwujud dukungan kebijakan namun harus nyata misalnya dalam penganggaran dana desa, edukasi berjenjang dalam jejaring kalurahan hingga RT, mendorong motivasi kader untuk terus bersemangat menjalankan progam dan lain sebagainya.

Berbagai permasalahan yang disampaikan pada akhirnya terformulasikan dalam gagasan penulis untuk mengoptimalisaikan peran suami yang terintegrasikan dengan program bagi sasaran ibu melalui pemberdayaan kader dan dukungan pemangku wilayah. Gagasan tersebut selanjutnya penulis wujudkan dalam tematik program inovasi. Melalui Inovasi ini diharapkan dapat merubah paradigma yang semula hanya memantau kondisi istri dan mengantar / mendampingi ke petugas kesehatan menjadi seseorang yang ikut bertanggungjawab dengan memantau perkembangan janin.

 

OLEH : ANNISA MAULIDDINA,AMD.KEB

Daftar Pustaka

  1. Eka Mishbahatul, Candra, Wilhelmus, 2020. Faktor Related to Father’s Behavior in Preventing Childhood Stunting Based on Health Belief Model. Jurnal Keperawatan Indonesia
  2. Sudziute, Kotryna, Marauskiene, Greta, dkk. 2020. Pre-Existing mental Health Disorders Affect Pregnancy And Nonatal Outcomes: A Retrospective Cohort Study. Lithuania : Faculty Of Medicine, Clinic of Psyciatry, Lithuanian University of Health sciences
  3. Arinda, Yosi Duwita. Herdayati, Milla. Masalah Kesehatan Mental Pada Wanita Hamil Selama Pandemi Covid-19. Depok, Indonesia : Universitas Indonesia
  4. Satyanarayana, Veena A. Lukose, Ammu. Srinivasan, K. 2018. Maternal Mental Health In Pragnancy And Child Behavior. India : St. John`s Research Institute
  5. Alan J. Flisher Center for Public Mental Health. 2013. Maternal Mental Health. South Africa : Department of Psychiatry of Cape Town
  6. Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat, 2018. Kementerian Kesehatan RI
  7. Sylvia Dwi Hevasiswani. 2017. Hubungan Antara Dukungan Suami dengan Tingkat Kecemasan Ibu Hamil Primigmvida Pada Trimester III di Wilayah Kerja Puskesmas Godean II Sleman Yogyakarta
  8. Sri Endah Istiqhfarin. 2017. Hubungan Dukungan Suami Dengan Perilaku  konseling ANC Ibu Hamil di Puskesmas Godean II Sleman.
  9. Dian Puspitasari. 2018. Dukungan Suami Pada Ibu Hamil Dalam Mengonsumsi Tablet Fe Di Wilayah Kerja Puskesmas Godean II Sleman Yogyakarta.

Kontak Kami

JL. Gondosuli No.6 Yogyakarta Kota Yogyakarta DIY 55231 Indonesia
dinkes@jogjaprov.go.id
+62274563153
(0274)512368

Kunjungan

  • Hari Ini

  • 23.170
  • Bulan Ini

  • 1.728.429
  • Total Kunjungan

  • 21.278.029